Header Ads

Tuesday, May 10, 2011

Cikal Bakal Penetapan Hari Jadi Kota Curup 29 Mei 1880

Tanggal 29 Mei mendatang, Kota Curup kembali memperingati hari jadinya yang ke 131. Tentunya usia tersebut bukan lagi usia yang muda. Satu abad lebih usia Kota kecil yang dingin ini. Berikut cacatan penetapan Hari Jadi Kota Curup.

*****

BERAGAM kegiatan yang diselenggarakan Pememerintah Kabupaten (Pemkab) Rejang Lebong (RL) saat menjelang hari jadi Kota Curup. Mulai dari bazar, perlombaan, serta hiburan dengan mendatangkan artis ibu kota. Tahun ini (2011) rencananya, Pemkab RL bakal mendatangkan artis ibu kota, Ridho Rhoma, sebagai bintang tamu malam resepsi daerah dan penutupan kegiatan.

Sebelumnya, mulai 14 Mei, Pemkab RL telah
menggelar beberapa kegiatan seperti, pawai adat budaya, hiburan pariwisata, pagelaran etnis nusantara, festival robana, lomba balita sehat dan tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, yakni menyelenggarakan bazar atau pasar murah yang di pusatkan di Lapangan Setia Negara Curup. Kemudian hari puncak, 29 Mei, digelar rapat paripurna DPRD RL dan kemudian dilanjutkan upacara memperingati hari jadi Kota Curup ke 131.

Penetapan hari jadi Kota Curup, pada tanggal 29 Mei pertama kali dilakukan pada masa Rejang Lebong dipimpin Bupati, Muslihan DS. Penetapan itu sendiri dengan melibatkan berbagai tokoh yang dianggap memahami history Kota Curup. Mereka diantaranya, Kapten Arifin Jamil Purnawirawan, Datuk Ramli, Arum Wahab, Solihin Wahid, Hasan Han, Drs Musa, Lahmudin, L Majid dan sebagainya, termasuk mewakili tokoh muda saat itu Ketua DPRD RL http://www.blogger.com/img/blank.gifsaat ini Drs Darussamin,MSi. Dikatakan Darussamin, pembahasan penetapan hari jadi Kota Curup saat itu cukup alot. Karena hal tersebut merupakan cacatan sejarah yang akan terus diperingati hingga ke anak cucu. Sehingga rujukan penetapan pada waktu itu melalui berbagai macam dasar yang dijadikan rujukan, ditinjau dari sudut padang teoritis, historys dan filosofis.

Mengapa perlu ditetapkan hari jadi Kota Curup? Karena, pertimbangannya Kota Curup memiliki sejarah yang harus diketahui generasi penerus. "Adanya sebuah Kota, tentunnya ada sejarahnya. Kapan Kota Curup ini menjadi Kota? Tentunya hal perlu ditetapkan dan diperingati sebagai catatan sejarah," ujar Darussamin.

*****

Untuk mengetahui lebih jauh, bagaimana sejarah Kota Curup hingga berusia ke 131, Penulis ini menyambangi salah seorang yang pernah terlibat saat pembahasan penetapan hari jadi kota Curup tahun 1998 lalu. Sehingga di Perdakanlah hari jadi Kota Curup 29 Mei 1880, yakni Kapten Arifin Jamil Purnawirawan. Kedatangan Wartawan RPP di kediamannya, disambut ramah. Beliau tampak berjalan dengan susah payah menuju ruang tamu rumahnya yang sederhana itu. Maklumlah, usia Zainal Arifin Jamil terbilang sudah sangat uzur, kini menginjak 86 tahun lebih.

Kendati demikian, semangatnya tidak sebanding dengan keadaan fisiknya yang sudah renta itu. Semangat kakek yang tinggal di Talang Rimbo Baru tersebut, terus membara layaknya ketika beliau memimpin perjuangan melawan penjajahan Belanda sebagai Komandan TKR Curup.

Pada masa pembahasan penetapan hari jadi Kota Curup 29 Mei 1880, di era kepemimpinan Muslihan DS, Arifin Djamil, merupakan salah seorang yang terlibat dan masih hidup hingga saat ini. Sedangkan, beberapa orang lainnya yang terlibat dalam pembahasan, setelah ditelusuri oleh penulis, kebanyakan sudah lebih dahulu menghadap Yang Maha Kuasa. Di samping itu, penulis berusaha mencari catatan atau dokumen yang bisa dijadikan rujukan sehingga hari jadi Kota Curup ditetapkan pada 29 Mei 1880. Hasilnya, hingga tulisannya diterbitkan, belum juga ditemukan. Yang berhasil dihimpun, selain Perda penetapan hari jadi yakni Perda No.6 Tahun 1998, penulis hanya mendapatkan cerita secara lisan bagaimana sejarah hari jadi Kota Curup. Bahkan dokumen atau cacatan tertulis saat pertemuan para tokoh pada saat pembahasanpun penetapan sehingga terbentuklah Perda, hingga saat ini tidak ada yang menyimpan.

Kendati demikian, Arifin Djamil masih mampu mengingat dengan baik. Beliau meceritakan bagaimana cikal bakal Kota Curup, sehingga pada saat pembahasan disepakati jatuh pada 29 Mei 1880. Sehingga jika dihitung usia Kota Curup saat ini adalah 131 tahun.

Meski sulit mendapatkan dokumen tertulis mengenai sejarah Kota Curup. Namun, RPP berhasil menemukan sebuah website, yang memuat sebuah artikel, yang merujuk pada sebuah jurnal yang di terbitkan Mission Press Fort Marlborough: Malayan miscellanies, Published 1822, Original from Oxford University, Digitized May 9, 2007 bahwa hari jadi Kota Curup bukan 29 Mei 1880, tetapi 26 juni 1818.
--http://rejang-lebong.blogspot.com, dari tulisan tersebut dapat dikatakan bahwa usia Kota Curup saat ini 193 tahun. Tulisan tersebut merujuk pada sebuah artikel, bahwa tahun 1818 kota Curup waktu itu ditulis Churup dan telah lama ada serta di publikasi secara luas di media masa barat. Dalam tulisannya, dokumen tersebut berbentuk jurnal dalam diary perjalanan Kapten F. Salmond dari Benteng Fort Marlborough menuju Residensi Palembang. Dikatakannya, Kapten itu tiba di Curup tengah hari setelah dan sempat singgah di Suro pada tanggal 26 juni 1818. Menurut admin website tersebut bahwa tulisan itu adalah dokumen paling tua yang ditemuinya, yang menulis dengan jelas keberadaan kota Curup pada tanggal 26 Juni. Dokumen tersebut di tulis di jurnal yang di terbitkan Mission Press Fort Marlborough: Malayan miscellanies, Published 1822, Original from Oxford University, Digitized May 9, 2007.--

Aksara Ka-Ga-Nga, Membuktikan Peradaban Rejang Lebih Maju

Kendati secara fisik jelas tampak, guratan waktu yang panjang telah dilewati mantan Kapten TKR, Zainal Arifin Djamil. Namun, ingatannya mengenai sejarah masa lalu masih terekam dengan cukup baik. Meski terkadang cerita yang disampaikannya melompat-lompat, namun beliau menceritakan dengan jelas kondisi tanah pat petulai dari sebelum diduduki penjajah, hingga kolonial meninggalkan tanah air.

Setelah Inggris secara resmi menyerahkan pemerintahan di Bengkulu kepada Belanda pada 6 April 1825, nasib masyarakat Bengkulu dan daerah pesisir tetap menderita dibawah belenggu kolonial. Kondisi itu berbeda dengan masyarakat Rejang di daerah pedalaman atau pegunungan yang tidak pernah mengalami penjajahan, hingga tahun 1860. Keberuntungan itu, dikarenakan letak daerah ini yang jauh di pedalaman dan dikelilingi bukit barisan serta hutan rimba yang masih sangat belantara. Sebelum Belanda menyambangi Tanah Pat Petulai, peradaban masyarakat Rejang sudah lebih maju dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Hal ini dibuktikan, dalam masyarakat Rejang telah memiliki pemerintahan masyarakatnya sendiri yang terdiri dari 5 orang Tuai Kutei. Kutei merupakan suatu masyarakat hukum adat asli yang berdiri dan geneologis terdiri sekurang-kurangnya 10-15 keluarga atau rumah. Sedangkan Tuai Kutei merupakan kepala kutei yang dipilih berdasarkan garis keturunan pendiri petulai (kesatuan kekeluargaan masyarakat Rejang yang asli).

Dengan adanya sistem petulai tersebut, menandakan masyarakat Rejang sudah memiliki hukum adat yang dipatuhi oleh pendukungnya. Peradaban yang maju pada masyarakat Rejang, juga ditandai bahwa suku Rejang telah memiliki aksara sendiri, sebagai alat penyampai informasi, yakni aksara Ka-Ga-Nga.

1860 Belanda Mencapkan Kekuasaannya

Untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya, masyarakat masih mengusahakannya, dengan cara meramu dan mengumpulkan bahan makanan yang telah ada di alam. Bahkan, dalam buku yang ditulis Firmansyah DS, "Perjuangan Tanah Rejang", diduga sebelum mengenal padi, masyarakat Rejang telah menjadikan rebung sebagai salah satu makanan pokoknya. Padi itu sendiri mulai ditanam di daerah Rejang diperkirakan menjelang akhir abad XIX. Yang kemudian, mulai ditanam sebata luas oleh masyarakat di seluruh daerah Onderafdeeling Rejang dan Onderafdeeling Lebong.

Tahun 1831, Belanda mulai masuk ke RL, dimulai dengan adanya rencana asisten Residen Bengkulu J.H Knorle untuk membuka jalan dari Bengkulu ke Palembang. Pertimbangannya pada waktu itu, karena hubungan darat anatara Bengkulu dengan Palembang lebih menguntungkan dan cepat dibandingkan lewat lautan. Namun, realisasi tersebut belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya, karena adanya penentangan yang kuat dari masyarakat Rejang. Hal itu, karena masyarakat Rejang sudah mengetahui tentang kekejaman Belanda, dari informasi masyarakat Rejang pulang atau datang dari Bengkulu atau daerah pesisir.

Hingga tahun 1959 masyarakat Rejang terus melakukan perlawanan terhadap Belanda, kendati hanya menggunakan senjata tradisional. Hingga akhirnya pada tahun 1959, tercapailah kesepakatan perdamaian antara Mayor Cobet dengan Depati Tiang Empat Dan Rajo Depati yang diadakan di Tapus. Setelah itu Belanda diizinkan melaksanakan pembuatan jalan dengan mengambil tenaga dari luar Rejang. 1860, Belanda mulai melanggar perjanjiannya. Karena melihat potensi Tanah Rejang yang sangat kaya, kemudian Belanda mulai melakukan tekanan di daerah Rejang. Apalagi kondisi alam, tanah yang suber serta hasil tambang yang sangat potensial, emas dan perak. Belanda mulai menunjukkan sifatnya yang asli sebagai penjajah.


Masyarakat Dipaksa Tinggal Dipinggir Jalan Baru


Berdasarkan ketetapan Pmerintahan Hindia Belanda dalam Staatsblad tahun 1922 Nomor 66 dan Staatsblad Tahun 1924 Nomor 461, dibentuklah kerisedenan Bengkulu dengan 9 Onderafdeeling. Selain Rejang dan Lebong, 7 Onderafdeeling lainnya adalah Bengkulu, Seluma, Kaur,Krui, Lais dan Muko-Muko. Onderafdeeling Rejang dengan Controleur yang berkedudukan di Kepahiang, meliputi wilayah dan marga Selupu Rejang, Bermani Ulu, Merigi, Bermani Ilir di Pasar Kepahiang, Sindang Marga, Sindang Kelingi, Suku Tengah atau daerah PUT, Juru Kalang, Merigi Kelindang dan Selupu Baru. Sementara, Onderafdeeling Lebong dengan controleur yang berkedudukan di Muara Aman, meliputi Bintunan, Air Padang, Marga-Marga Lebong di Lais dan Palik, Suku IX, Selupu Lebong, Suku VIII, Bermani Lebong dan Juru Kalang.

Rejang Lebong memiliki hawa yang sejuk dan tanahnya yang subur. Namun, secara umum, tanah Rejang diekspolitasi Belanda menjadi daerah perkebunan. Belanda mulai menempatkan orang-orang Sunda pada tahun 1907, yang kemudian mendatangkan buru secara besar-besaran dari Jawa pada tahun 1916.

Pada tahun 1825, diperkirakan penduduk Tanah Rejang berjumlah 3.000 jiwa dan di Kota Bengkulu 10.000 jiwa, pada masa pengalihan pemerintahan Inggri ke Belanda menyusut menjadi 5.288 jiwa.

Sementara itu, untuk mengisi tempat-tempat yang telah dilalui jalan-jalan yang baru dibuka, Belanda melakukan pemindahan penduduk secara paksa untuk tinggal di pinggir-pinggir jalan. Hal ini dimaksudkan untuk membuat kantong-kantong penduduk yang baru atau perkampungan baru. Hal ini juga agar Belanda lebih mudah mengawasi rakyat.

83 tahun berada dibawah cengkraman Belanda

STRATEGI Belanda memindahkan secara paksa masyarakat Rejang ke pinggir-pinggir jalan tujuannya agar masyarakat membentuk desa baru. Dengan demikian mau tidak mau penduduk akhirnya terbentuk stara sosial yang baru. Oleh Belanda, desa lama dan desa baru juga ditetapkan Kepala Desa-nya. Tujuannya, agar belanda dapat memecah belah dan membagi marga menjadi Sub-Sub atau anak marga berdasarkan geografisnya, seperi marga Bermani dipecah menjadi Bermani Ulu, Bermani Ilir serta Bermani Julukalang. Oleh Belanda, asal-muasal Marga dikaburkan atau kesatuan geneologisnya.

Belanda juga menerapkan politik adu dombanya di Tanah Rejang. Antar sub marga yang sebenarnya masih dalam satu keluarga diadu domba, sehingga akhirnya terjadilah perang saudara. Misalnya tahun 1900, terjadi perang saudara antara masyarakat Keban Agung dengan masyarakat Cinto Mandi. Waktu itu karena perselisihan dalam pemilihan pasirah Pasar Kepahiang. Dalam waktu yang sama juga terjadi perang saudara antara pecahan marga Bermani yang berada di Rawa Bangai --Air Rambai-- dengan marga Bermani yang ada di Dusun Kesambe. Peperangan itu, merupakan hasutan dan adu domba Belanda, karena penghinaan orang Dusun Kesambel Lama terhadap masyarakat Rawa Bangai, yang sebenarnya adalah berita bohong yang disebarkan Belanda. Suasana perang juga diciptakan Belanda antar Dusun Kesambe dengan Dusun Cawang.

Belanda juga menerapkan taktik bujuk rayu. Misalnya Marga Bermani yang berada di Kesambe, pemangku adatnya diangkat menjadi pegawai Belanda, juga ada yang diberi gelar pangeran. Padahal gelar pangeran sebelumnya tidak dikenal masyarakat Rejang.Belanda juga kerap memberikan sanjungan kepada kepada marga yang mendukungnya. Misalnya, menyatakan bahwa marga tersebut lebih baik dari marga lainnya.

Berdasarkan tulisan Firmansyah DS, dalam bukunya Perjuangan Rakyat Tanah Rejang, bahwa Tanah Rejang telah merasakan 83 tahun berada dibawah cengkraman Belanda (1860-1943) dan 2 tahun berada di bawah tekanan pejajah Jepang. Artinya masa penjajahan yang dialami masyarakat Rejang tidak selama apa yang dialami masyarakat yang berada di Pulau Jawa, hingga 350 tahun lamanya.


Pasar Tengah, Cikal Bakal Kota Curup


CURUP adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong, provinsi Bengkulu. Merupakan sebuah kota kecil didaerah pergunungan Bukit Barisan dan dikelilingi oleh Bukit Kaba dan Bukit Daun. Selain itu Kota Curup ditunjang iklimnya yang sejuk, menjadikan kota ini sebuah kota yang potensial sebagai daeah kunjungan wisata. Karena selain iklimnya yang sejuk, juga pemandangan alamnya yang terkenal indah.

Sebelum pemekaran Kabupaten Kepahiang dan Lebong, Curup merupakan ibukota Kabupaten Rejang Lebong. Dengan penduduk asli kota CURUP adalah suku Rejang. Juga, banyak penduduk kota Curup yang merupakan suku pendatang, seperti Padang, Jawa, Batak, Palembang, Sunda bahkan Tionghoa dan sebagainya.

Pada masa kepemimpinan Bupati Muslihan DS, dibahaslah penetapan hari jadi Kota Curup yang kemudian dijadikan Perda No 6 Tahun 1998 tentan Hari Jadi Kota Curup. Hari jadi Kota Curup di tetapkan jatuh pada 29 Mei 1880. Hal tersebut berdasarkan data dan informasi yang dihimpun dari para pelaku sejarah tentang pertumbuhan dan perkembangan Kota Curup, sebelum dan sesudah di proklamirkan Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Menyatakan, telah berfungsi sebagai pusat Pemerintahan Marga, pusat kebudayaan, pusat perekonomian sejak tahun 1880.

Ketua DPRD RL, Drs Darussamin,MSi mengatakan, untuk menanamkan rasa memiliki nilai-nilai sejara perjuangan bangsa kepada generasi penerus serta mendorong partisipasi aktif, maka dari itu perlu menetapkan tahun 1880 sebagai hari jadi Kota Curup.

Bagaimana penetapannya? Menurut Darussamin, Karena staatblat Belanda atau surat keptusan pemerintahan Belanda, No 32 Tahun 1880 tentang Rapat Adat Marga dan Mengatur Dusun-Dusun Marga Pasar Tjoeroep, Kepahiang, PUT dan Taba Penanjung tertanggal 29 Mei 1880. Pada masa itu, pusat pemerintahan Belanda berada di Kepahiang, kemudian pindah ke Curup dan menjadikan Pasar Tengah sebagai pusatnya. "Pasar Tengah pada waktu itu merupakan Pekan Selasa. Di sekeliling Pekan Selasa, merupakan areal perkebunan masyarakat," pungkas Darussamin.

Lebih lanjut dikatakan, hasil perumusan Seminar Sehari dalam rangka menggali dan mencari Hari Jadi Kota Curup tangal 12 November 1996 di Curup, disepakati hari jadi Kota Curup 29 Mei. Yang kemudian menjadi Perda tahun 1998.(**)

Ditulis: Iman Kurniawan

No comments:

Back To Top