Header Ads

Wednesday, January 7, 2009

Latar Balakang Psikologis Pada Karya Sastra

Bagaimana sebuah karya sastra tercipta? Untuk apa? Mungkin itu menjadi pertanyaan di benak kita, tetapi saya tidak tidak membahas bagaimana seorang sastrawan berproses sehingga tercipta sebuah karya sastra, namun yang hendak saya bahas bagaimana latar belakang psikologis dari karya sastra tersebut. Hal ini penting untuk diketahui agar kita mampu merasakan apa yang sedang dirasakan oleh si pencipta karya, agar kita bisa menikmati karya-karyanya. Mungkin bagi seorang aktor atau deklamator ia mampu menjiwai dengan penuh penghayatan ketika ia mempresentasikan karya dari seorang sastawan. Alangkah lebih baik lagi jika kita mengenal siapa si penulis karya tersebut, melakukan observasi dan berinteraksi dengannya. Sudah barang tentu ini bukanlah kesimpulan akhir tetapi hanya sebuah hipotesa yang harus dibuktikan kebenarannya melaui penelitian ilmiah.

Apa saja bisa menjadi sumber inspirasi atau sumber ide bagi seoarang sastrawan yang kemudian di tuangkan ke dalam bentuk karya sastra. Sumber ide tersebut kita sebut sebagai stimulus. Stimulus merupakan awal dari proses penciptaan yang kemudian memalui proses perenungan diproyeksikan kedalam bentuk karya sastra. Proyeksi merupakan proses subjek menyatakan dorongannya, perasaannya, sentimennya, kepada orang lain atau dunia luar sebagai proses defensif untuk mengabaikan hal-hal yang ditolak atau melarang hal-hal yang itu muncul pada kesadaran.


Ekspresif, salah satu ciri dalam sebuah karya sastra, merupakan cara individu mengekspresikan respon (berupa karya) terhadap stimulus (sumber ide). Cara ini merupakan gaya pemikiran individu untuk menyampaikan sesuatu, merupakan kreativitas artistik di dalam karya sastra. Holzman dan Klein (lihat Bellak, 1993) mengatakan bahwa gaya kognitif (pemikiran) berkaitan dengan pendataran dan penonjolan dalam penggabungan antara pengalaman baru dengan ingatan masa lalu. Perlu diketahui ingatan bisa berupa ingatan yang disadari maupun yang tidak disadari, sehingga membentuk terjadinya sintesa dengan fungsi ego (ego: merupakan struktur kepribadian yaitu cara memenuhi keinginan), oleh karena itu penonjolan-penonjolan merupakan aspek perwujudan dari fungsi ego.

Cara individu memproyeksikan pemikirannya ke dalam bentuk karya, bisa dengan beberapa cara yaitu memproyeksikan dirinya kepada tokoh lain, karena atribusi perasaan kepada dirinya akan menimbulkan perasaan tidak nyaman atau ada sesuatu hal lain yang hendak ia sampaikan melalui tokoh (orang) lain tersebut. Cara lainnya dengan menokohkan dirinya ke dalam cerita atau naskah karena dianggap dirinya pantas untuk mewakili pesan yang hendak disampaikan.

Eissler (Bellak, 1993) berpendapat bahwa persepsi mempunyai struktur pengalaman. Pengalaman persepsi yang bersifat kontinu akan membentuk srtuktur kepribadian, dan pengalaman masa lalu secara kontinu akan mempengaruhi persepsi masa kini.

Ada pesan yang hendak disampaikan oleh individu. Pesan tersebut merupakan pandangan individu terhadap lingkungannya saat ini atau respon dari sebuah stimulus. Respon tersebut dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lalu dan struktur kepribadiannya (id, ego super ego). Artinya sebuah cerita atau naskah sastra dibuat berdasarkan atau dipengaruhi oleh pengalaman empiris dan stuktur kepribadian individu tersebut.

Manusia merupakan mahluk yang unik, ia memiliki ego dan pengalaman-pengalaman masa lau. Melalui karya sastra individu menyampaikan apa yang ia rasakan, pemikiran-pemikirannya, melampiaskan uneg-unegnya, baik itu sesuatu yang bahagia, persaan sedih, marah, gembira juga kebencian terhadap sesuatu. Sebuah karya merupakan hasil dari proses belajar dari pengalaman masa lalu yang kemudian membentuk sebuah karakter. Pengaruh pngalaman masa lalu terhadap respon sekarang tercermin dalam konsep cerita atau isi cerita yang merupakan hasil dari interpretasi masa sekarang yang dipengaruhi oleh perilaku individu tersebut.

Setiap yang di tulis atau diceritakan oleh individu sebagai respon terhadap stimulus tertentu, merupakan produksi psikologis, mempunyai kausa dan arti. Namun arti tersrebut bisa saja lebih dari satu arti, saling berhubungan dengan memperhatikan tingkat organisasi kepribadian yang berbeda (sadar-prasadar, sadar-ketidaksadaran, atau perilaku yang disadari mempunyai berbagai arti yang berbeda hal-hal ada pada ketidak sadaran).

Berdasarkan uraian di atas dapat kita tari kesimpulan sementara, bahwa dari beberapa Karya sastra yang ditulis oleh individu, walaupun diceritakan dengan berbagai cara, tetapi hal itu mencerminkan sebuah kepribadian, sehingga walaupun kelihatannya ceritanya berbeda namun memiliki kesamaan. Dalam membuat cerita individu mengidentifikasikan dirinya pada figur tertentu, dan pada figur inilah subjek memproyeksikan karakteristik, kecendrungan, harapan, dorongan, usaha, dan konfliknya pada figur tersebut. Hal-hal yang di proyeksikan tersebut dapat bersifat simbolik.

No comments:

Back To Top