Header Ads

Monday, July 12, 2010

Sejak Tahun 1979 Hingga Kini, Tetap Punya Pelanggan Setia

Pangkas Rambut Tradisional, di Antara Salon-Salon Modern (Bagian-1)

Sejak Tahun 1979 Hingga Kini, Tetap Punya Pelanggan Setia

Saat ini, banyak bermunculan tempat pangkas rambut menggunakan peralatan modern dan menawarkan fasilitas juga kenyamanan. Namun, seorang tukang pangkas rambut di Eks Terminal Pasar Atas Curup, tetap bertahan dengan pangkas rambut tradisionalnya hingga saat ini.

Iman Kurniawan - Pasar Atas

Pangkas rambut tradisional milik Salam (63), laki-laki kelahiran Musi Banyu Asin itu, tempatnya tidak seperti pangkas atau salon-salon modern yang banyak dijumpai di Kota Curup. Mungkin, jauh dari kenyamanan. Namun, beberapa kalangan menengah ke bawah masih tetap memanfaatkan jasa Salam sebagai tukang pangkas. Sebab, biayanya relatif lebih murah jika dibandingkan tempat-tempat modern dan kualitas tidak jauh berbeda.
Sudah 31 tahun Salam berkerja sebagai tukang pangkas rambut. Suatupengalaman yang bisa dibilang lebih dari cukup. Bahkan, kepada RPP Salman mengatakan, jika ia adalah seorang PNS mungkin saat ini sudah pensiun. Namun, demi memenuhi kebutuhannya sehari-hari, Salam tetap bersemangat berkerja sebagai tukang pangkas rambut. Walau mungkin tidak jauh dari tempat usahanya, banyak tempat pangkas rambut yang lebih modern. "Aku ini tinggal menunggu waktu bae. Sebentar lagi mungkin dipanggil yang Maha Kuasa. Jadilah kerjo seperti ini, asal cukup buat makan," imbuh Salam seraya memangkas rambut pelanggannya. Bagaimana kiatnya menghadapi persaingan? Salam berujar, tidak memiliki kiat khusus. Ia anya berikhtiar, soal rezeki sudah ada yang mengatur. "Yang jelas, kito jalankan syariat. Berusaha dan berkerja keras. Rezeki biarlah Allah saja yang mengatur," tukas Salam. Berbekal kemahirannya menata dan merapikan rambut anak-anak hingga orang tua, 1979 dia mencoba mengadu nasib di Kota Curup. Salam pun membuka pangkas rambut di Terminal Pasar Atas Curup, hingga saat ini. Dari tahun 1979 itu, tempat ia mangkal menawarkan jasa, maupun peralatannya, hingga sekarang tidak jauh berbeda. Seperti kotak, berukuran 1 meter x 1 meter, dindingnya terbuat dari seng. Barangkali lebih luas kamar mandi dari pada tempatnya berkerja saat ini. Walau demikian, Salam tetap menghadapi semuanya dengan kesabaran dan keikhlasan. "Bekerja itu harus sabar dan yang terpenting harus ikhlas," kata Salam. Sehari-hari, Salam dan pelanggan harus bercampur dan berbaur dengan para pedagang lainnya. Mulai dari tukang sate, tukang sayur dan sebagainya. Tetapi, karena keahliannya merupakan pilihan bagi masyarakat kalangan bawah, Salam tetap mendapatkan pelanggan setia. Dalam Sehari, pelanggan yang datang mencapai 10 orang, bahkan lebih. Karena itu, Salam selalu bersyukur.(bersambung)


Pangkas Rambut Tradisional, di Antara Salon-Salon Modern (Bagian-2 habis)

Tetap Berusaha, Soal Rejeki Tuhan Yang Menentukan

Salam tidak tidak pernah mengeluh, walaupun sekarang bertebaran salon-salon moderen. Tak terbersit sekitpun rasa iri, dengki dihatinya.
Yang terpenting baginya yaitu, menjalani hidup apa adanya tanpa ada kepura-puraan.

IMAN KURNIAWAN - Pasar Atas

Saat itu matahari tepat berada di atas kepala manusia. Udara yang semakin panas merambat hingga ke ruangan petak berukuran 1x1 meter itu. Di sela-sela cerita salam, tiba-tiba datang seorang perempuan separuh baya sambil menggandeng seorang anak lak-laki yang berusia sekitar 8 tahun. Ternyata ibu itu, ingin memanfaatkan jasa Salam, untuk memangkas rambut anaknya yang sudah mulai panjang. "Gunting rambut pak, untuk anak saya," kata perempuan warga Desa Karang Anyar yang sehari-harinya berkerja sebagai petani, bernama Hasna. Lantas disambut oleh Salam, "tuh kan, kalau memang sudah rejeki kita tidak akan lari kemana," ucap Salam tersenyum.

Sebagai tukang pangkas tradisional, tentu saja dari segi peralatan sangat jauh tertinggal. Sebab, Salam tidak memiliki modal untuk membeli peralatan yang lebih canggih. Namun menurutnya, diberikan kesempatan untuk membuka usaha dan berkeja oleh Tuhanpun sudah sebuah anugerah yang mahal dan tidak terbayarkan. "Saya diberikan modal kesehatan dan keahlianpun sudah sangat bersyukur, itu harganya sudah sangat mahal," cetusnya. Sebagai manusia, ucap Salam, garis hidup sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, apapun yang diberikan harus disyukuri. "kekayaan itu relatif, tergantung dari cukup dan tidak cukupnya," jelasnya, seraya mengatakan kesehatan termasuk kekayaan yang tidak ternilai harganya. Sementara, teman-temannya yang pernah sama-sama menjadi tukang pangkas rambut angkatan 1979 kebanyakan sudah meninggal dunia. Namun, Salam sendiri masih tetap bersemangat menekuni profesinya, kendati hanya sebagai tukang pangkas rambut. "Walaupun tempat dan peralatan jauh tertinggal, tetapi saya yakin jasa kami ini pasti tetap dibutuhkan," imbuhnya.

Sambil menyeruput rokoknya dalam-dalam, ia memberikan tips agar selalu sehat, salah satunya adalah dengan cara beryukur dan ikhlas. Karena selalu bersyukur dan ikhlas itu, hidup serasa tiada beban dan terasa enteng ketika menjalani hidup. "Sederhana saja konsep hidup sehat saya," kata Salam. Dilanjutkannya, di samping itu yang membuatnya selalu sehat adalah kejujuran dan jangan pernah memaksakan kehendak apalagi sampai menyiksa diri sendiri. "Hidup saya sederhana saja, kalau saya lelah istirahat, ngantuk tidur. Itulah enaknya, kalau orang kaya, mungkin tidak bisa karena terlalu banyak pikirannya," ungkapnya sembari tertawa geli. Dan mengatakan, jalani hidup ini dengan jujur. Terus berusaha, soal rejeki sudah diatur oleh Tuhan.(**)

Keterangan: Telah diterbitkan oleh SKH Radar Pat Petulai

No comments:

Back To Top