Di era komunikasi yang semakin dimudahkan ini, hampir
seluruh masyarakat, terutama di perkotaan masing-masing memiliki gadget atau telepon
pintar. Meskipun dengan gadget harga termurah sekalipun, masyarakat sudah bisa
mengakses informasi internet, di mana dan kapan saja.
Gadget tak lagi digunakan hanya sebatas mengakses media
sosial, tetapi sebagian orang sekarang sudah mulai merambah ke media online.
Melalui gadget ini, kita bisa mendapatkan informasi dengan cepat, bukan per jam
lagi, tetapi sudah per detik, informasi di media online ini silih berganti.
Ada ratusan bahkan mungkin ribuan media online yang
bertebaran di gadget kita. Mulai dari media online profesional, hingga media
online kelas “ecek-ecek”. Media online profesional tentunya adalah media online
yang terdaftar secara resmi (berbadan hukum) dan memiliki struktur jelas dan menggunakan
kaidah-kaidah jurnalistik yang benar. Media online ecek-ecek ini, media online milik
personal atau milik sekelompok orang dengan maksud dan tujuan tertentu (tidak
berbadan hukum). “Ecek-ecek” bukan berarti kualitasnya kalah dari media resmi.
Bahkan, dari segi keakuratan dan kedalam informasi, media “ecek-ecek” ini jauh
lebih baik.
Lantas, apakah dengan bertebarannya media online ini
masyarakat bisa semakin cerdas? Belum tentu. Sebab, sebagian besar masyarakat
kita belum mampu mencerna sebuah informasi dengan baik dan benar. Semua
informasi “dimakan” mentah-mentah. Bahkan parahnya, masih banyak masyarakat
yang hanya membaca judul beritanya saja, tanpa membaca isi berita. Diperah
lagi, banyak berita online antara judul dan isi berita tidak nyambung.
Media online pun sepertinya mampu membaca peluang dan
memanfaatkan selera pembacanya. Sebab, (menurut analisa saya) media online
tidak lagi memperdulikan isi, tetapi yang terpenting bagaimana mencapai jumlah
pengunjung (rating) yang banyak. Tujuannya tentu profit (iklan). Bagaimana
tidak, ketika judul berita bombastis tadi kita “klik” ternyata isinya hanya
tiga paragraf saja. Dan terkadang isinya tidak sesuai dengan judul berita, yang
sudah menjurus kepada kesimpulan akhir. Tetapi, masyarakat sudah “termakan” dan
ramai-ramai membicarakannya, heboh!
Dalam menyajikan sebuah informasi, media online
mengutamakan kecepatan. Seberapapun informasi yang diperoleh di lapangan, segera
ditayangkan. Dengan judul yang bombastis tentunya, padahal belum tentu akurat. Di
sini pembaca melupakan atau tidak paham dari satu berita masih ada berita
lanjutannya, biasa disebut running news. Terkesan,
tidak apa-apa tidak akurat di awal, toh masih ada running news nya atau hak jawabnya. Tetapi mengabaikan, jika masih banyak
pembaca yang tidak paham running news. Pembaca
mendapat informasi sepotong-sepotong.
Keterlambatan melakukan hak jawab atau konfirmasi ini menjadi
fatal. Karena, informasi yang disebar terlanjur dimakan mentah-mentah oleh
pembaca. Apalagi, media online memperoleh sumber berita bukan dari orang yang
berkompeten. Sekarang lagi trend, media online memberitakan apa yang sedang heboh
dimedia sosial. Misalnya saja, ibu-ibu yang di-bully karena berfoto selfy di
depan teroris Sarinah menggunakan tongsis. Dan belakangan terungkap bahwa
ternyata foto tersebut ternyata hanya editan orang tak bertanggungjawab. Masyarakat
mudah percaya, apalagi sumber berita tersebut dari portal media online resmi.
Sayangnya, portal berita online tersebut tidak menggali lebih dalam atau
berusaha melakukan konfirmasi keaslian foto saat itu juga. Karena sudah
terlanjut heboh di awal, pembaca “kehilangan” informasi lanjutannya. Dan ibu
tadi sudah terlanjut terkenal, bukan karena prestasinya, tetapi karena di-bully
banyak orang.
Dari mana masyarakat kita memperoleh informasi? Rata-rata
masyarakat kita memperoleh informasi dari media sosial. Seperti facebook, twitter
dan youtube. Kebanyakan masyarakat membaca berita online, setelah berita
tersebut di-share ke media sosial. Baik itu di-share langsung oleh akun berita
atau di-share oleh masyarakat umum. Sangat jarang masyarakat kita yang dengan
sengaja, secara khusus langsung membuka portal media online tertentu. Sebab
itu, jika ada berita heboh walaupun belum tentu benar, seketika itu juga
menjadi ramai dibicarakan. Masyarakat tidak tahu, setelah berita tersebut masih
ada berita lanjutannya. Meskipun belakangan ada hak jawab atau konfirmasi
berita, sayangnya berita di awal lebih ramai dibicarakan atau di-share ke
publik media sosial, ketimbang hak jawabnya. Sehingga masyarakat akhirnya tidak
mendapat informasi yang berimbang.
Karena itu menurut analisa saya media onlie kita hanya
mengutamakan sensasi. Tanpa memperhatikan hak pembaca untuk memperoleh informasi
yang baik dan benar, akurat dan berimbang, berita yang memenuhi unsur 5W+1H. Seperti
baru-baru masyarakat diheboh berita kejaksaan membakar tv rakitan buatan
masyarakat. Media online sepertinya paham selera pembaca yang hobinya membully.
Media onlie terkesan mengikuti selera pembaca, dengan memojokkan institusi
kejaksaan. Tidak mengupas lebih dalam, mengapa sampai tv rakitan itu dibakar. Bahwa
tv rakitan yang dijual di pasaran tersebut menggunakan merek televisi terkenal.
Bahwa penjual tidak menjelaskan secara gamblang dan terang bahwa televisi yang
dijual adalah televisi rakitan yang memang layak diperjual belikan dan memenuhi
syarat bahwa televisi tersebut tidak membahayakan atau memberikan jaminan
kelayakan kepada pelanggannya. Media online tidak mengupas UU perlindungan
konsumen, bahwa konsumen berhak mendapatkan televisi yang bersertifikat dan berlabel SNI resmi. Pertanda bahwa televisi
tersebut memang layak digunakan. Kalau memang kita mendukung televisi rakitan
menggunakan merk telivisi lain, kita juga harus konsisten mendukung handphone
rakitan atau rekondisi. Pada kenyataannya, kita tidak memprotes ketika ada penjual
handphone rekondisi yang ditangkap pihak berwajib.
Terakhir, marilah kita mencerna sebuah informasi dengan
bijak. Jangan lantas dimakan mentah-mentah begitu saja. Apalagi sampai mempercayai
bahwa informasi atau berita yang ditayangkan adalah sebuah kebenaran. Jika kita
sudah terlanjur membaca sebuah berita, jangan abaikan berita lanjutannya (running news).
Salam
No comments:
Post a Comment